Selain
pemalas, anak gadis itu sikapnya manja sekali. Segala permintaannya harus
dituruti. Setiap kali ia meminta sesuau kepada Ibunya harus dikabulkan, tanpa memperdulikan
keadaan Ibunya yang miskin, setiap hari harus membanting tulang mencari sesuap
nasi.
Pada
suatu hari anak gadis itu diajak Ibunya turun ke desa untuk berbelanja. Letak
pasar desa itu amat jauh, sehingga mereka harus berjalan kali yang cukup melelahkan.
Anak gadis itu berjalan melenggang dengan memakai pakaian yang bagus dan
bersolek agar orang di jalan yang melihatnya nanti akan mengagumi
kecantikannya. Sementara Ibunya berjalan di belakang sambil membawa keranjang
dengan pakaian sangat dekil. Karena mereka hidup di tempat terpencil, tak
seorangpun mengetahui bahwa kedua perempuan yang berjalan itu adalah Ibu dan
anak.
Ketika
mereka mulai memasuki desa, orang-orang
desa memandangi mereka. Mereka begitu terpesona melihat kecantikan anak
gadis itu, terutama para pemuda desa yang tak puas-puasnya memandang wajah
gadis itu. Namun ketika melihat orang yang berjalan di belakang gadis itu,
sungguh kontras keadaannya. Hal itu membuat orang bertanya-tanya.
Di
antara orang yang melihatnya itu, seorang pemuda mendekati dan bertanya kepada
gadis itu, “Hai, gadis cantik. Apakah yang berjalan dibelakang itu Ibumu?”
Namun,
apa jawaban anak gadis itu?
“Bukan,”
katanya dengan angkuh.
“Ia
adalah pembantuku!”
Kedua
Ibu dan anak itu kemudian meneruskan perjalanan.Tak seberapa jauh, mendekati
lagi seorang pemuda dan bertanya kepada anak gadis itu.
“Hai,
manis. Apakah yang berjalan dibelakangmu itu Ibumu?”
“Bukan,
bukan,” jawab gadis itu dengan mendongakkan kepalanya.
“Ia
adalah budakk!”
Begitulah
setiap gadis itu bertemu dengan seseorang disepanjang jalan yang menanyakan
perihal Ibunya, selalu jawabannya itu. Ibunya diperlakukan sebagai pembantu
atau budaknya.
Pada
mulanya mendengar jawaban putrinya yang durhaka jika ditanya orang, si Ibu
masih dapat menahan diri. Namun setelah berulang kali didengarnya jawabannya
sama dan yang amat menyakitkan hati, akhirnya si Ibu yang malang itu tak dapat
menahan diri. Si Ibu berdoa.
“Ya
Tuhan, hamba tak kuat menahan hinaan ini. Anak kandung hamba begitu teganya
memperlakukan diri hamba sedemikian rupa. Ya, Tuhan hukumlah anak durhaka itu!
Hukumlah dia…”
Atas
kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, perlahan-lahan tubuh gadis durhaka itu berubah
menjadi batu. Perubahan itu di mulai dari kaki. Ketika perubahan itu telah
mencapai setengah badan, anak gadis itu menangis memohon ampun kepada Ibunya.
“Oh,
Ibu….Ibu…ampunilah saya, ampunilah kedurhakaan anakmu selama ini.
Ibu….Ibu…ampunilah meratap dan menangis memohon kepada Ibunya. Akan tetapi,
semuanya telah terlambat. Seluruh tubuh gadis itu akhirnya berubah menjadi
batu. Sekalipun menjadi batu, namun orang dapat melihat bahwa kedua matanya
masih menitikkan air mata, seperti sedang menangis. Oleh karena itu, batu yang
berasal dari gadis yang mendapat kutukan Ibunya itu disebut “Batu Menangis”.
No comments:
Post a Comment