Tetapi, mengapa kini Indonesia semakin
tidak maju? Apa mungkin rakyat Indonesia menyepelekan Indonesia? Kenapa sih?
Huh, aku tidak tahu. Padahal kan, Indonesia ini kreatif sekali. Mengapa
sekarang semua orang malah mencintai Negara lain? Hiks.. sedihnya.
Teman-Temanku pernah bilang bahwa mereka sedang menyukai Negara-negara yang
sedang ngetop sekarang ini seperti Jepang, Korea, Hongkong, dan lain-lain. Iih!
Mereka saja belum pernah ke Negara-negara ngetop seperti itu. Padahal kan,
belum tentu Negara seperti itu bisa mengalahkan Indonesia. Huh, pokoknya sedih
deh.
Pagi tiba. Matahari bersinar terang dan
cemerlang menyambut indahnya pagi. Burung-burung berkicauan. Air mancur di
sungai mengalir deras. Sawah-sawah terlihat menguning dan subur. Terlihat
beberapa gadis desa yang biasa dikuncir dua ke bawah sedang menumbuk padi.
Petani-petani membajak sawah dengan semangatnya. Betapa hebatnya Indonesia ini.
Aku segera menuju kamar mandiku. Aku
mengosek kamar mandi dengan sikat. Setelah satu menit berlalu, aku membuka
bajuku dan menggantungkan bajuku. Aku segera membuka pintu kamar mandiku yang
terbuat dari kayu reyot. “Byur! Byur!” Aku mengguyur tubuhku dengan gayung
merah yang sudah retak.
Aku memang orang miskin. Setiap hari,
aku bekerja di sawah. Aku tidak sekolah. Ibuku sedang sakit. Sore hari,
biasanya aku membuat tempe goreng dan kolak untuk berbuka puasa. Kadang, aku
menjual sedikit masakanku itu. Tapi, yang laku hanya sedikit. Hiks..
Kembali ke cerita. Aku tak memakai sabun
karena aku memang tak mempunyai sabun. Setelah itu, aku mengeringkan tubuhku
dengan kain sutra pemberian tetanggaku yang kasihan kepadaku. Setelah itu, aku
menguncir dua ke bawah rambutku. Aku memakai baju kaos yang paling bagus. Di
rumahku ini, memang memakai seadanya. Baru aku mulai keluar tanpa memakai
sandal. Aku berlari riang menuju sawah. Setelah itu, aku mulai sibuk membantu
gadis-gadis desa. Hampir lima jam aku bekerja. Aku segera pamit pulang.
Sepulangnya dari rumah, aku sangat ingin membuat rumahku menjadi rapi. Lalu aku
merapikan semuanya dan membersihkannya. Cling! Sudah bersih dan rapi. Kamarku
juga sudah rapi dan tidak acak-acakan lagi. “Huh! Aku ingin membuat
rumah-rumahan. Tidak seperti ini! Semuanya dari kayu dan anyam-anyam! Sabun
saja yang murah banget, kami tidak mampu membelinya. Aku merasa, sabun murah
itu berharga sepuluh miliar!” seruku putus asa. “Aha! Aku kan punya biji buah
jambu dan pohon beringin! Tanam ah!” seruku.
Aku segera menuju halaman rumahku yang
sudah kusapu. Aku merogoh saku celanaku. “Biji!” seruku. Segera kutanam dua
biji pohon beringin di samping kanan dan kiri rumahku. Lalu kutanam satu biji
jambu di depan rumahku. Aku menanam pohon beringin di samping kanan dan kiri
rumahku karena rumahku sering kehujanan. Untuk membantu, kupasang saja pohon
beringin. Salah satu temanku yang baru pulang sekolah memperhatikanku. Namanya…
aku tak tahu. Dia tak pernah memberitahukannya. Kupanggil saja dengan nama
depanku yaitu Cerelll. “Seruni!” panggil Cerelll. “Apa Relll?” tanyaku. “Hmm…
tanamlah biji ini!” seru Cerelll. Aku segera menanamnya. “Ha?” aku melihat biji
itu langsung tumbuh dengan emas-emas berlian. “Cabutlah pohon itu!” seru
Cerelll. Aku mencabut tanaman itu. “Emas dan berlian itu buatmu! Dan hadiah
yang paling istimewa adalah… aku adalah saudara kembarmu! Aku tak mati! Aku
Cerellia Biantari Kerisan! Aku Krisan, Seruni! Aku Krisan!” seru Cerelll. “Apa?
Kamu Krisan? Oh Krisan… aku rindu kamu!” kataku sambil memeluk Krisan.
“Sekarang kita akan menjadi kaya dengan emas ini!” seru Krisan. “Kita akan
membangun panti asuhan dan kita akan mengajari anak-anak untuk mencintai
Indonesia!” seru Krisan lagi. Kini, aku dan Krisan menjadi kaya dan punya panti
asuhan. Bu Seruni juga sudah sembuh.
No comments:
Post a Comment