Pada suatu hari, ada pelajaran yang
disukai olehku dan juga teman-teman. Pelajaran yang kami sukai adalah pelajaran
Bahasa Indonesia. Kami suka pelajaran tersebut, karena guru yang mengajar
adalah Ibu Eni. Bu Eni adalah sosok yang tegas, adil, dan dapat menghibur.
“Selamat pagi, Anak-anak,” sapa Bu Eni.
“Selamat pagi, Bu,” jawab teman-teman.
“Sekarang pelajarannya adalah Bahasa
Indonesia!” perintah Bu Eni. “Sekarang ambil buku kalian dan buka halaman 125!”
sambung Bu Eni. Teman-teman pun akhirnya mengeluarkan buku Bahasa Indonesia dan
membuka halaman 125. Setelah teman-teman membuka halaman 125, Bu Eni berkata,
“Di situ dijelaskan bahwa kalian harus mengeksplor kebudayaan atau hasil karya
dari Kota Pekalaungan!” jelas Bu Eni. “Kalian paham?” sambung Bu Eni.
Teman-teman pun menjawab secara serentak.
“Paham, Bu,” jawab teman-teman.
“Sekarang, Ibu akan membagi kalian
menjadi beberapa kelompok!” kata Bu Eni.
“Kelompok yang pertama adalah Rizal,
Ali, Reza, Sheva, dan juga Naufal!” sambun Bu Eni.
Namaku adalah Muhammad Rizal. Aku lahir
pada tahun 2000. Di rumah aku mempunyai teman yang bernama Ali, Reza, Sheva,
dan Naufal. Mereka juga merupakan teman sekelas denganku.
Tidak beberapa lama kemudian, bunyi bel
pulang sekolah akhirnya terdengar. “Sekarang kalian berkemas-kemas, berdoa, dan
kemudian pulang!” perintah Bu Eni. Saat pulang sekolah, aku dan anggota
kelompok berkumpul dahulu sebelum pulang untuk membahas tugas dari Ibu Eni.
“Teman-teman!” kataku.
“Bagaimana ini? Kita akan mencari
tentang apa di Kota Pekalaungan?” sambungku.
“Bagaimana kalau kita membahas ini di
rumah kamu besok siang?” kata Ali.
“Setuju,” jawabku dan yang lainnya.
Pada keesokan harinya, teman-teman
anggota kelompok aku sudah datang di depan rumahku. Aku pun langsung
mempersilahkan mereka untuk masuk. Setelah semuanya masuk, aku pun mengambilkan
mereka makanan dan minuman. Aku pun langsung bergabung dengan teman yang lain.
“Jadi, kita akan mencari tentang apa di
Kota Pekalaungan?” tanyaku.
Semuanya pun kelihatannya sedang mencari
ide. Tidak beberapa lama kemudian, Naufal dengan beraninya menjawab.
“Emm, bagaimana kalau kita mencari tahu
lebih dalam tentang batik di Pekalaungan?” kata Naufal.
“Benar juga kata Naufal!” jawab Sheva.
Dengan serempak yang lainnya menjawab dengan serempak.
“Kami setuju dengan pendapatmu, Naufal,”
Naufal pun menjawab, “Terima kasih!”
“Jadi, kita akan mencari tentang batik
di mana?” tanya Ali.
“Bagaimana kalau kita mencari tahu di
Museum Batik saja? Kan, letaknya dekat dengan rumah kita?” tanyaku.
“Ya sudah. Kita mencari tahu di Museum
Batik saja,” kata Naufal.
“Ya aku setuju!” kata Reza. Mendengar
perkataan Reza, yang lainnya pun mengikutinya.
Hari pun sudah mulai gelap. aku dan
teman-teman akhirnya menyelesaikan kerja kelompok hari ini dan melanjutkannya
pada esok harinya. aku pun berkata kepada teman-teman untuk pulang ke rumah
masing-masing sebelum waktu maghrib tiba. “Teman-teman, kerja kelompok hari ini
kita teruskan pada esok hari. Nanti kalian datang ke rumahku lagi pukul
Sembilan pagi, ya!” kata aku. Teman-teman pun menjawab, “Ya sudah. Kami semua pulang
dulu, ya!” kata Sheva.
“Assalamualaikum,” kata teman-teman.
“Waalaikumussalam,” jawabku.
Pada keesokan harinya, ternyata
teman-teman sudah datang semua. Aku pun langsung mengajak mereka untuk masuk ke
dalam rumah. Saat semuanya masuk, aku pergi ke dapur untuk mengambil minuman
dan makanan ringan. Setelah dari dapur, aku langsung bergabung dengan
teman-teman. Kami pun langsung mulai membahas pekerjaan kemarin. “Jadi, kita
akan bertanya tentang apa pada saat di Museum Batik nanti?” tanyaku. Kelihatannya
mereka bingung untuk menentukan pertanyaan. Tiba-tiba Reza mengeluarkan
pendapatnya.
“Bagaimana kalau pertanyaan yang pertama
adalah perbedaan antara batik pesisir dengan batik pedalaman?” ujar Reza.
“Terus pertanyaan yang kedua adalah
perbedaan antara batik tulis dengan batik cap?” sambung Reza. “Bisa juga itu!”
jawab Ali. “Aku mau berpendapat. Bagaimana kalau pertanyaan yang ketiga adalah
bagian-bagian dari canting dengan disertai fungsinya?” ujar Naufal. “Bisa juga
itu!” jawab Ali.
Setelah pertanyaannya terkumpul dan
disepakati, kami semua langsung berangkat ke Museum Batik. Setelah 15 menit
lamanya, akhirnya kami semua sampai di Museum Batik dan langsung masuk. Kami
pun disambut dengan baik oleh pegawai di sana. Kami dipandu oleh Mbak Lastri.
Beliau mengajak kami semua berkeliling Museum Batik. Setelah selesai kami pun
diajak ke ruangan untuk membatik. Kami diberi kain mori dan kami disuruh
menggambar sketsa. Setelah menggambar sketsa, kami disuruh untuk menebalinya
dengan cairan lilin malam. Dalam keadaan yang serius ini, ternyata terjadi
perkelahian antara Reza dengan Sheva. Kami pun memisahkan mereka dan meminta
mereka untuk menjelaskan apa yang terjadi.
Setelah mendengarkan penjelasan dari
mereka berdua, dapat disimpulkan bahwa Reza tidak sengaja menyenggol tangan
Sheva yang sedang memegang canting. Ternyata cairan lilin yang ada di canting
tumpah ke tangan Sehva dan ternyata Sheva tidak terima yang mengakibatkan
perkelahian. Mereka pun saling bersalaman dan memberi maaf. Setelah
permasalahan tersebut selesai, akhirnya aku bertanya ke Mbak Lastri, “Mbak, aku
mau bertanya. Apa perbedaan antara batik pesisir dengan batik pedalaman?”
tanyaku. Mbak Lastri pun menjawab, “Batik pesisir cenderung memiliki warna yang
cerah, sedangkan batik pedalaman cenderung memiliki warna yang gelap,” ujar
Mbak Lastri.
“Mbak, aku mau bertanya. Apa perbedaan
dari batik tulis dengan batik cap?” tanya Ali. Mbak Lastri pun menjawab, “Batik
tulis cara pembuatannya dengan menggunakan canting, sedangkan batik cap cara
pembuatannya menggunakan canting cap,” ujar Mbak Lastri.
“Mbak, aku mau bertanya. Apa bagian dari
canting dan fungsinya?” tanya Naufal. Mbak Lastri pun menjawab, “Canting
memiliki beberapa bagian, yaitu gagang, nyamplungan, dan cucuk. Gagang memiliki
fungsi sebagai pegangan, cucuk memiliki fungsi sebagai tempat keluarnya lilin
malam, dan nyamplungan berfungsi sebagai tempat lilin malam,” jelas Mbak
Lastri.
“Anak-anak. Mbak mau berpesan kepada
kalian semua. Sebagai anak muda bangsa, kalian harus menjaga kebudayaan batik yang
asli sebagai kebudayaan Indonesia. Kalau bisa, kalian harus melestarikan
kebudayaan batik jika sudah besar nanti!” kata Mbak Lastri. “Kalian bisa?”
sambung Mbak Lastri.
“Kami insya Allah bisa, Mbak!”
Karena hari sudah mulai gelap, akhirnya
kami pulang untuk menyelesaikan tugas. Setelah sampai di rumah Reza, kami semua
langsung membuat laporan tentang batik. Keesokan harinya, kami mengumpulkan
laporan kami kepada Bu Eni. Tidak lama kemudian, Bu Eni mengumumkan siapa yang
menjadi pemenang. Tiba-tiba, “Pemenangnya adalah kelompoknya Rizal!” kata Bu
Eni. Kami sangat senang mendengarnya. Kami pun pulang dengan membawa hadiah dan
penghargaan.
No comments:
Post a Comment