Kubuka mata ini yang masih berat.
Kubiarkan saja badaku yang masih pegal ini bangun. Kulangkah kan kakiku ke
kamar mandi yang kecil, kumuh dan sempit. Yang mungkin jarang sekali ditemui.
Kuambil air dengan telapak tangan suciku ini dan aku bersiap tuk wudhu.
10 menit berlalu, aku harus segera
mandi. Sebelum mandi, seperti biasa aku harus mengambil air di sungai yang
cukup jauh dari istana kecilku. Aku harus melewati berbagai rintangan yang
menerpa. Goyangan rerumputan seakan-akan memberiku semangat.
Setengah jam kulalui hanya untuk
mengambil air. Setelah itu aku bergegas tuk mandi. “Kinanthi, cepat berangkat
ke sekolah sebelum orang-orang berangkat bekerja” Kata wanita cantik yaitu
Ibuku yang sudah tidak bisa apa-apa lagi karena kelumpuhan sejak 5 tahun yang
lalu. “iyaa bu sebentar lagi Kinanthi berangkat” kataku sebari memakai sepatu
yang sudah tidak layak pakai ini. Maklum, aku, ibuku, dan satu orang adiku
hanya tinggal tanpa seorang ayah. Ayahku telah meninggal sejak 6 tahun yang
lalu ketika aku masih berusia 7 tahun karena penyakit yang dideritanya.
Terpaksa aku harus menafkahi keluarga kecilku ini sebagai penjual kue
tradisional ke tetangga-tetangga dan biasanya aku bawa hingga ke sekolah.
Biasanya pagi-pagi buta ibuku telah membuat kue tersebut, dan sebelum berangkat
aku pun harus menjajakan kue-kue tersebut kepada para tetangga dan
teman-temanku.
35 menit telah berlalu, akhirnya aku
sampai ke sekolah. Aku pun memasuki kelas dengan membawa dagangan kue-kue ku
ini.
“ihhh, anak miskin, mau ke sekolah kok
harus jualan sich? Gak mampu bayar uang sekolah? Hahaha.. makannya gak usah
sekolah ajaa” ledekan Yuri kepadaku.
Tetapi aku hanya membalasnya dengan
senyuman. Karena, jika aku bertengkar dengannya, itu percuma, karena tidak akan
menyelesaikan masalah. Aku sudah sering diejek oleh teman-temanku.
“Kinanthi, duduk sini” kata Rena.
“Hay, iyaa” balasku.
Aku pun duduk di samping Rena. “Rena,
emang kamu gak malu, punya teman sepertiku, aku kan jelek, miskin. Sedangkan
kamu, cantik kaya pula” tanyaku kepada Rena.
“Udahlah Kin, kita itu berteman kan
bukan dilihat dari fisik dan kekayaan. Kalau kita udah cocok ke seseorang
tersebut, kenapa kita harus malu berteman dengannya” balas Rena yang membuatku
tersenyum bahagia, karena ternyata aku masih mempunyai teman sebaik dia.
“tapiii Ren” balasku penuh keraguan.
“udah-udah…” balas Rena sambil tersenyum.
Tett, tett, tett…
Bel masuk pun berbunyi, menandakan
pelajaran akan segera dimulai. Oh ya, pagi ini kelas kami Ulangan Ips.
Keadaannya pun menjadi sunyi. Aku yang duduk di depan Yuri, merasa aneh karena
ada yang melempariku kertas dari belakang. Aku pun tidak mau menoleh, karena
bisa-bisa aku dikira menyontek. Kertas itu pun terjatuh, tanpa di sengaja
kertas tersebut di ambil oleh Pak. Sholeh. Pak Sholeh pun langsung menanyakan
kertas tersebut milik siapa. Sepertinya kertas tersebut bersisi contekan. Yuri
langsung saja menuduhku, tanpa ada bukti yang tidak jelas.
“Kinanthi pak.. itu milik Kinanthi”
tuduhan Yuri kepadaku.
Aku pun langsung mebenarkannya “tidak
pak, itu bukan milik saya” jelasku.
“sudah-sudah nanti Kinanthi dan Yuri ke
ruang bapak, ada yang mau bapak bicarakan sama kalian berdua” jelas Pak. Sholeh.
“tapii pakk.. kenapa harus sama saya?
Emang saya salah apa?” bantah Yuri.
“sudah, nanti dibicarakan di ruang saya”
bentak pak Sholeh.
Suasana pun menjadi agak panas. Waktu
untuk ulangan pun telah habis. Kemudian dilanjutkan oleh mata pelajaran
selanjutnya.
Tett… tettt… tettt.. bel istirahat pun
berbunyi. Aku pun langsung keluar dan menju ruang pak Sholeh. Tokk tokk tokk,
aku pun mengetok pintu dan kemudian aku dan Yuri dipersilahkan duduk. Aku
merasa khawatir.
“begini, untuk masalah ulangan tadi
sudah, tidak usah difikirkan, saya hanya ingin memberi tau, bahwa kalian berdua
kurang lebih 1 bulan ini akan mengikuti lomba nembang dan nari tingkat
Provinsi. Buat Kinanthi, kamu lomba nari, buat Yuri kamu mendapat untuk
mengikuti lomba nembang” kata Pak Sholeh.
“pakk.. tapi saya gak begitu pintar
menari” kataku.
“ihh.. apa sih bisanya kamu, nari aja
nggak bisa” ejek Yuri.
“tenang Kinanthi, nanti ada guru
profesional yang akan mengajari kalian” balas Pak Sholeh.
“pak, tapi saya gak bisa nembang,
nembang jawa kan pak?” tanya Yuri. “iyaa nanti kamu nembang jawa. Lagu mulai
difikirkan sejak sekarang” balas Pak Sholeh.
“ohh begitu siap pak” balas Yuri.
“Ya sudah, kalian boleh meninggalkan
ruang bapak. Latihan yang semaksimal mungkin” kata pak Sholeh.
“iyaa pak, permisi” kataku dengan Yuri.
Kami pun meninggalkan ruangan pak
Sholeh. Aku langsung kembali menuju kelas, aku hampir saja lupa ingin mengambil
kue-kueku ke kantin, akhirnya aku menuju ke kantin, untuk mengambil kue-kueku
kepada pemilik salah satu kios. Tiba-tiba bu. Minah atau pemilik kios yang aku
titipkan kue-kueku memanggilku.
“Kinanthiii.. sinii.. cepetan” teriak bu
Minah yang langsung menarik perhatian teman-teman yang berada di kantin.
“iyaaa buuu.. ada apa?” balasku mendekat
ke bu Minah.
“lihat ini, kue-kue yang kamu titipkan,
ini apaa… kenapa rambut bisa ada di kue-kue kamu. Kamu mau menjelekan nama kios
milik ibu” kata Bu Minah.
“Yaa Allah bu, tidak buu… walau rumah
saya jelek dan kotor tetapi pembuatan makanan ini sangat bersih dan higenis.”
Balasku.
“halah… bersih gimana.. udah bawa
makanan mu ini.. jangan pernah sekali-kali kamu menitipkan makanan ini ke kios
ibu. Cari kios-kios yang lain” balas bu Minah.
“iyaa buu, maaf yaa bu” balasku.
“Yaa Allah ujian apa yang engkau berikan
kepada hambamu yang malang ini?” batinku.
Ternyata semua itu kerjaan si Yuri yang
ingin membalas dendam kepadaku. Aku tau ketika Yuri tertawa-tertawa dan
menceritakan nya ke teman-temannya yaitu Adel dan Lutfia. Aku yang mengetahui semua
ulah Yuri, aku tak mau membalas dendam ke Yuri. Biarkan saja, mungkin itu sudah
menjadi takdir bagiku. Bel masuk pun berbunyi.
Aku pun mengikuti pelajaran dengan
sepenuhnya. Tak terasa, jam telah menujukkan pukul 1 siang. Semua siswa pun
pulang. Sebelum pulang aku mendapat kabar bahwa lomba diadakan kurang lebih 24
hari lagi, dan besok sepulang sekolah aku ada latihan nari di sekolah.
Kulihat daganganku yang belum habis,
akhirnya aku memutuskan untuk menjajakan kue-kue ku ke pasar dekat sekolah.
Walau sang surya telah berada tepat di atasku. Satu setengan jam aku berada di
pasar. Alhamdullilah, semua daganganku habis. Aku merasa bahagia, karena aku
pulang bisa membawa seplastik beras dan sesachet kecap manis. Aku hampir saja
lupa untuk melaksanakan sholat Dzuhur, akhirnya aku mencari musholla terdekat.
Ku luangkan waktu untuk sholat.
Sesampainya di rumah, aku langsung
memasakan beras untuk dimakan kita bersama. Adikku sudah mulai kelaparan.
“kak, makanannya sudah jadi?” kata
Adikku, Hana.
“bentar ya dek, 5 menit lagi” kataku
sambil menunggu nasi masak. Tak seperti di rumah-rumah lain, yang masak
menggunakan kompor. Keluarga kami dari dulu menggunakan kayu bakar. Kekurangan
menggunakan kayu bakar adalah asap yang banyak dan jika terkena mata sangat
perih. Biasa sekali jika aku, ibu dan adikku batuk-batuk. Nasi pun masak, tidak
seperti yang kalian bayangkan, nasi yang aku buat sangat sedikit. Kiranya hanya
untuk 2 orang. Melihat ibu sedang tertidur lelap, kuputuskan aku dan adikku
makan dahulu. Adikku makan dengan lahapnya. Walau tiada lauk, kecap dan garam
sudah merasa special bagiku.
“kak, kok kakak gak makan?” tanya adikku.
“ohh ini buat ibu dek, kakak udah makan”
balasku yang berbohong.
“ohh gitu kak, oke” balas adikku.
“Ya Allah maafkan hambamu ini yang telah
berbohong kepada adikku sendiri, aku tak mau jika ibu ku tak makan seharian.
Aku rela mati demi ibu” batinku.
Air mata ku pun mulai menetes. Aku pun
segera mengusapnya. Ibu ku pun bangun, aku langsung siap menyuapinya.
“bu, makan dulu yaa..” kataku.
“udah nak, kamu makan dulu aja” balas
ibu.
“udah bu, Kinan udah makan tadi” kataku
yang berbohong.
“yaa udah..” balas ibu.
Akhirnya aku menyuapi ibuku dengan penuh
kesabaran. Aku pun langsung memberi tau, bahwa aku telah dipilih untuk
mengikuti lomba menari tingkat Provinsi. Kejadian di kantin tadi, sengaja aku
tidak ceritakan. Karena jika aku ceritakan, akan membuat kondisi fisik ibu
melemah, dan jika itu terjadi, terpaksa ibu harus dirawat di puskesmas, untuk
makan saja kurang, apa lagi buat biaya perawatan, itu mustahi. Setelah selesai
aku menyuapi ibu, aku langsung mencuci pakaian di belakang rumah. Malam tiba,
seperti biasa pasti setiap malam rumahku banyak nyamuk. Itu hal yang biasa yang
kita alami.
Sang surya mulai bangun dari tidurnya.
Kubuka jendela manis kecilku. seperti biasa, aku sholat dan langsung mandi.
Pukul 6.15 aku sudah siap berangkat ke sekolah sambil membawa dagangan kue
ibuku. Aku sangat senang karena aku bisa membantu ibu. Tiba-tiba sesampainya di
sekolah, aku terkejut karena Lomba Menari tersebut dimajukan menjadi 5 hari
lagi. Aku mulai merasa pesimis aku yakin aku tidak akan menang. Tapi, dengan
aku mengingat ibuku yang seperti itu, semangat ku kembali lagi, aku harus
semangat, aku pasti bisa. Pulang sekolah aku berlatih menari bersama Bu. Astuti.
Rencananya aku akan membawakan Tari Piring. Aku harus giat berlatih.
“Bu, tari piring itu dari mana sich?”
tanyaku.
“ohh.. tari piring itu dari kota Solok
profinsi Sumatera Barat” balas bu. Astuti.
“ohhh… tapi, bu, mengapa aku tidak
sering melihat tari puring?, walau saya di rumah tidak ada tv, saya pernah
melihat di tv tetangga saya, kok acara tv nya lebih banyak kebudayaan luar?
Padahal kebudayaan Indonesia kan bagus-bagus bu. Aneh, anak jaman sekarang
malah lebih cinta kebudayaan luar” kataku.
“iyaa, memang sekarang lebih banyak
kebudayaan luar masuk begitu saja. Anak-anak jaman sekarang pasti tidak tau
tari kecak itu?” balas Bu. Astuti.
“saya tau bu, tari kecak itu salah satu
tarian yang berasal dari Indonesia tepatnya dari Bali. Betul kan bu?” balasku.
”iyaa betul sekali, apakah Kinanthi tau,
siapa yang pertama kali menciptakan tari kecak?” balas Bu. Astuti.
“hmmm, ituuu Waaa.. waa siapa gitu
pokoknya.. hehehe” balasku.
“wayan Limbak makusdnya?” terang Bu.
Astuti.
“ohyaa bu.. betul-betul.. kenapa kita
tidak membawakan tari kecak saja?” tanyaku.
“loh, tari kecak kan dimainkan puluhan
bahkan ribuan orang yang duduk melingkar sambil mealunkan suara cakk cakk cakk
cakk” balas Bu. Astuti. “ohh iyaa hehehe” balasku.
“yaa sudah, ayo kita belajar lagi, nanti
malah gak jadi-jadi.. kurang 5 hari lagi.. semangat” balas bu. Astuti.
“wahh, pasti bu” balasku.
Akhirnya aku berlatih tari piring dengan
semangat. Aku yakin aku pasti bisa, jadi seorang penari yang profesional
merupakan cita-citaku sejak dulu. Dalam lomba ini, aku akan buktikan bahwa
kebudayaan Indonesia lebih baik dan lebih bagus dari kebudayaan luar. 3 jam aku
berlatih, aku mulai mampu menguasai gerakan. Ku ayunkan perlahan tangan manisku
ini. Kuseka keringat yang mulai menetes. Aku mulai ahli dalam tari piring. Hari
demi hari aku jalani. Cobaan demi cobaan aku hadapi. Aku ingin membuktikan
bahwa seorang penari yang profesional bisa lahir dari mana saja. Bahkan dari
tempat yang mungkin kalian anggap sampah.
Besok adalah lomba menari dan lomba
nembang. Kulihat para pesaingku, wah aku semakin putus asa, karena pakaian
mereka sangat bagus. Sedangkan aku sangat sederhana. Para peserta pun mulai
menampilkan kepiwaianya dalam menari. Ketika juri mengucapkan “Kinanthi Putri
Aisya dari SMP N Bukit Singgih dipersilahkan maju” .
Aku sangat tidak percaya diri, karena
melihat semangat dari teman-temanku, aku pun mulai menaiki panggung mini.
Perlahan-lahan kuayunkan tanganku. Aku
mulai merasa percaya diri. Para penonton memberiku tepuk tangan yang sangat
meriah, aku tak menyangka itu. Sekarang waktunya Yuri menampilakn kepiwaiannya
dalam menembang, Yuri menembangkan lagu Lir I Lir. Awalnya Yuri tidak ingin
tampil. Peserta demi peserta pun telah menampilkan bakat mereka.
Sekarang, waktunya pengumuman pemenang.
Dimana semua peserta dibuat shock dan deg-degan.
“Juara 3 lomba menari di menangkan oleh
Arsyila Dewi Sukmana dari SMP Nusa Bangsa, pemenang kedua dimenangkan oleh
Diana Ayu dari SMP tunas Bangsa, dan pemenang pertama dimenangkan oleh Kinanthi
Putri Aisya dari SMP N Bukit Singgih, untuk para pemenang dipersilahkan maju
untuk menerima piala dan sebgainya” jelas seorang juri.
Aku tak menyangka itu, wah hatiku sangat
senang sekali. Akhirnya aku bisa menujukkan ke ibuku bahwa inilah bakatku. Aku
dengan malunya maju ke atas panggung.
“dan untuk juara 3 lomba nembang
dimenangkan oleh Liliana Rusyda Talitha dari SMP N Danar Nuksa, juara 2
dimenangkan oleh Yuriana Febri Pramesthi dari SMP N Bukit Singgih, dan juara
pertama diraih oleh Adelia Putri dari SMP Setya Dua, dimohon untuk naik ke atas
panggun untuk menerima hadiah dan lainnya. Wah ternyata Yuri menang juga, aku
sangat bahagia. Aku langsung memberi selamat ke Yuri.
“Selamat yaa” kataku.
“iyaayya gak usah sombong deh,
mentang-mentang juara 1” balas Yuri yang membuatku harus bersabar.
“aku bukannya sombong, aku hanya ingin
memberi selamat ke kamu” balasku.
“halah.. alesan ajaa” balas Yuri.
“udah deh Kinn, jangan ditanggepin” saut
Rena.
“Iyaa” balasku.
“Untuk pemenang juara 1 menari dan
menembang ada lomba berikutnya yaitu lomba antar negara atau lomba
internasional. Kalian akan mewakili Indonesia. Untuk info selengkapnya biar
bapak atau ibu guru kalian memberi tau” jelas seorang juri.
Wahh, hatiku sangat senang, tak kusangka
aku bias ke luar negeri, aku akan bahagiakan adikku dan ibuku tersayang.
Hari per hari telah kulalui. Penyakit
ibu mulai parah. Aku tak tega meliht ibu yang sering batuk-batuk. Dengan uang
yang aku dapatkan dari kemenangan lomba. Aku gunakan uang ini untuk berobat
ibu. Ku periksakan ibu ke puskemas terdekat. Kata dokter, penyakit ibu tambah
parah. Akhirnya aku putuskan untuk membeli beberapa obat dari resep dokter. Aku
berjanji jika esok besar, aku harus menjadi orang yang sukses, aku janji akan
menyembuhkan penyakit ibu.
Akhirnya kami pulang ke rumah.
Sesampainya di rumah ada 2 orang berbadan besar, sepertinya itu orang ingin
menagih utang kami. Padahal, uang sisa berobat tinggal sedikit, ketika aku
ingin masuk ke rumah. Orang tersebut berkata
“ehh, anak kecil, mana ibu kau”
bentaknya
“ibu?” balasku
“iyaa ibumu mana??”
salah seorang itu sambil menegok ke
belakang dan melihat ibu
“ohh itu dia, eh mana bayaran kau, kamu
sudah nunggak 2 bulan, janjinya minggu kemarin mau dibayar, mana uangnya? Kalau
tidak rumah ini saya sita” jelasnya.
“jangan pak, jangan, kalau rumah ini
disita kami akan tinggal dimana, ini satu-satunya harta benda kami pak” balas
ibu.
“halah, alasan saja, pokoknya bayar yaa
bayar” bentak orang itu.
“ya udah ini pak, ada beberapa uang,
mungkin ini bisa sedikit mengurangi hutang kami” balasku.
“anakku, jangan kamu pakai uang itu
untuk membayar, uang itu kan bisa buat kamu beli peralatan sekolah” balas ibu.
“udah bu.. tidak apa-apa, jangan
difikirkan, yang penting ibu sama adik bisa tetap tinggal disini” balasku.
“ya udah kalau begitu, beberapa minggu
lagi kami akan kembali kesini, kalian harus sudah bisa melunasinya. Mengerti?”
balasnya.
“baik pak” kataku.
Ibu pun terlihat sangat senang.
Besok dimana aku harus mengikuti lomba
tingkat internasional. katanya lomba tersebut diadakan di Malaysia.
Alhamdullilah semua biaya di tanggung oleh sekolah. Aku belum pernah merasakan
pergi ke luar negeri. Ada 1 masalah yang membuatku ragu utnuk pergi ke
Malaysia. Bagaimana dengan ibuku? Aku tak tega meninggalkannya sendirian.
Tetapi, kata guru aku, ibu bersama adikku sementara boleh menginap di rumah Bu
Shanti atau guru IPS di sekolahku yang dikenal ramah dan baik.
Aku telah terbangun dari lautan mimpiku.
Aku siap untuk berangkat ke Malaysia dengan tekad yang sangat kuat. Aku yakin
aku pasti bisa mengenalkan budaya Indonesia yang sangat bagus kepada dunia. Aku
berangat bersama para juara lainnya. Aku didampingi oleh Bu. Rani, Bu. Dewi,
dan Bapak Santoso. Akhirnya aku sampai di Malaisya, ku injakan pertama kali
kakiku ini di Malaysia. Aku diajak ke hotel untuk berisitirahat. Setelah itu
aku makan di lantai bawah hotel. Sepertinya, besok adalah babak pertama lomba
menari dan menembang. Sayangnya, lomba menembang tidak dari SMP kami.
Rencananya aku besok membawakan Tari Gambyong. Kata Bu. Dewi ada 2 babak. Semoga
saja Perwakilan dari Indonesia dapat memenangkan semua kategori lomba. Hari per
hari telah ku lalui di Malaisya. Besok adalah Final, Alhamdullilah aku masuk 5
besar. Besok saya akan membawakan Tari Topeng. Peserta demi peserta telah
menampilkan bakatnya. Segerlah aku untuk maju di depan banyak orang asing.
Perasaaaku saat itu sangat campur aduk, antara senang dan sedikit gerogi.
Tetapi, karena ambisi dan semangat ku untuk memperkenalkan Budaya Indonesia aku
akan menampilkan yang terbaik untuk semua orang, khusunya ibuku tercinta. Aku
akan segera membiayai seluruh pengobatan ibu dan kubayar lunas semua
hutang-hutang keluargaku.
Jam demi jam telah berlalu. Semua
peserta telah menampilkan budaya mereka masing-masing. Besuk dimana pengumuman
pemenang lomba. Kami semua pun kembali ke hotel.
Sang bulan yang penuh keceriaan datang.
Tiba-tiba aku sangat rindu kepada ibu dan adikku. Kuptuskan untuk menelefon
mereka. “Assalamualaikum,” kataku. “waalaikumsallam, ini siapa yaa” balas
seorang wanita “ini Kinanthi, lho, ini ibu kan?” balasku yang sedikit
kebingungan. “ohh, dek Kinanthi, ini Bu. Shanti. Ibu dan adik kamu sudah
tertidur pulas” balas bu Shanti. “ohh, ya udah bu. Salamkan dari saya untuk
mereka semua, terima kasih” balasku. “iyaa dek, sama sama” balas Bu. Shanti.
Sang surya telah bangun dari tidurnya.
Menandakan aku harus bangun dari lautan mimpiku. Aku segera mengambil air wudhu
dan berdoa agar hasil yang aku capai ini dapat memuaskan. Setelah itu, aku
mandi. Kata Bu. Dewi pengumuman pemenang lomba di bacakan pukul 12.00 atau
setelah makan siang. Jadi, aku masih bisa menikmati suasana Malaysia.
Pukul 12.00 datang, jam di mana aku
harus menerima apapun hasilnya. Alhamdullilah perwakilan dari Indonesia
kategori “Menyanyi atau menambang lagu khas budaya negara” memenangkan juara 2.
Aku sudah tak sabar ingin mendengar siapa pemenang kategori lomba “Menari
tarian budaya negara”. “Juara ketiga diraih oleh, Fellixsya Hanna Jung dari
Jepang yang membawakan tari nihon buyo, dan juara kedua di raih oleh Melisa
Putri Bramantyo dari Singapura yang membawakan tari Bharatanatyam dan untuk
juara pertama di raih oleh Kinanthi Putri Aisya dari Indonesia membawakan tari
Topeng. Untuk para juara dipersilahkan maju untuk menerima hadiah dan foto
bersama untuk kenang-kenangan” jelas juri atau host.
Ya Alllah aku tidak menyangka semua itu,
ternyata aku bisa menang tingkat Internasioanal, Ya Allah aku mungkin mimpi.
Tetapi, ketika aku menampar pipiku rasanya sakit dan ternyata ini benar-benar
terjadi. Ya Allah terima kasih, akhirnya semua doaku engkau kabulkan. Aku pun
segera maju dan menerima piala dan hadiah. Akhirnya perjuangan ku untuk
mengenalkan Budaya Indonesia yang sangat keren ini dapat terwujud. Akhirnya
kami semua pulang ke Indonesia dengan rasa bangga. Kami di sambut oleh Bapak
Susilo Bambang Yudhoyono di istana negara. Satu moment yang tidak dapat
dilupakan. Sesampainya di rumah, aku langsung memeluk ibu dan adikku. Aku
sangat rindu sekali kepada mereka. Dengan uang yang kudapatkan ketika lomba
kemarin, ibu sekarang lebih baik dari pada sebelumnya. Dan kami sudah dapat
membeli rumah yang kami tinggali, yang sebelumnya kami hanya mampu mengontrak.
Dan, kehidupanku sekarang lebih nyaman dibandingkan dulu. Sekarang, aku dan
Yuri sudah menjadi teman bahkan sahabat. Tetapi, aku masih berjualan kue
tradisional ke kantin bahkan ke pasar.
Pesanku kepada para generasi muda.
Cintailah Keanekaragaman Budaya di Indonesia. Karena, dari Budaya lah suatu
negara dapat menunjukan ciri khasnya. Pelajari dan lestarikan lah Budaya
Indonesia. Dan, jika ingin mendapatkan apa yang kita harapkan, berusahalah dan
terus berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Maaf ga bener, jelek, lagi iseng2 aja ..
hihhihi..
No comments:
Post a Comment