Pages

Monday, November 11, 2019

MENCINTAI BUDAYA SENDIRI

Hallo semuanya, perkenalkan namaku Putri Angelia, kalian bisa memanggilku Lia. Aku adalah seorang penari tradisional yang berasal dari kota Malang. Jika ada panggilan untuk mengikuti lomba menari tradisional, kepala sekolahku, Pak Andi selalu menunjukku agar mengikuti lomba tersebut. Hehehehe, bukannya sombong sih, aku hanya ingin bercerita.

Hari ini adalah hari pertamaku bersekolah, setelah berlibur selama 1 minggu. Aku segera menuju ke sekolahku yang aku banggakan dan aku cintai, mau tau? Iya itu SMP Negeri 18 Malang. Setibanya di sekolah, aku cepat–cepat menuju ke kelas. Saat tiba di kelas, aku melihat ada seorang perempuan asing yang menurutku anak baru dari luar Indonesia. Karena mukanya itu kebarat-baratan. Akupun penasaran. Karena penasaran aku pun mengajaknya berkenalan.

“Hai, namaku Putri Angelia, kamu bisa memanggilku Lia, nama kamu siapa? Dan berasal dari mana?”

“Hai.. Namaku Jessica Stewart Carrolline, kamu bisa memanggilku Carrol, aku berasal dari Korea. Aku pindah ke sini karena Papaku, ada urusan di Indonesia.”

“Ouh, baiklah kalau begitu, dapatkah aku duduk disampingmu?”

“Dapat, silahkan…”

Saat bel istirahat berbunyi, aku segera mengajaknya berjalan–jalan mengelilingi sekolah ini. Aku berkeliling sekolah bersama Carrol, Annisa, dan Aurel. Oh, iya! Annisa dan Aurel adalah sahabatku, mereka kembar loh! Kami mengelilingi semua sudut sekolah, aku, Annisa, dan Aurel, mengenalkan semua ruangan di sekolah satu–satu. Saat tiba di ruang musik, Carrol mendengar suara musik–musik Jawa.

“Lagu apa ini? Sepertinya aku tidak pernah mendengarnya?” tanyanya.

“Ini lagu Jawa Carrol, biasanya digunakan saat penari tradisional menari. Memangnya lagu dan tarian apa saja yang kamu tahu?” jawab Aurel.

“Aku hanya mengetahui lagu band Korea saja, mungkin tarian modern seperti dance. Sepertinya hal yang berbau tradisional itu jelek iya? Contohnya lagu tradisional. Karena musiknya hanya itu–itu saja. Uh, membosankan! Mengapa sih rakyat Indonesia, tidak menari tarian modern saja, kan lebih bagus, menarik, dan cocok untuk anak zaman sekarang? Jika semua yang berbau tradisional, itu kan zaman dahulu, tidak modern, kuno!” ucapnya.

“Carrol, semua hal yang berbau tradisional itu tidak seperti yang kamu bayangkan, contohnya dengan menari tarian tradisional berarti itu sama halnya kamu bangga akan budayamu” ucapku dengan panjang dan lebar.

Carrol pun terdiam. Aku, Annisa, dan Aurel pun segera menunjukkan ruangan lain di SMP Negeri 18 Malang.

Esoknya saat di sekolah, aku, Aurel, dan Carrol sedang berbincang–bincang mengenai pengalaman pribadi masing–masing. Tiba–tiba…

“Lia, kamu dipanggil oleh Pak Andi di ruang kepala sekolah, dan kamu harus menemuinya sekarang juga.” ucap Annisa.

“Terima kasih Annisa.”

Setibanya di ruang kepala sekolah.

“Assalamualaikum, pak, ada urusan apa yah pak, kok bapak memanggil saya?”

“Walaikumsalam, begini Lia, tanggal 1 April adalah hari ulang tahun kota Malang. Dan walikota kota Malang (Pak Peni Suparto) mengadakan lomba menari tradisioanal dan beliau meminta agar setiap sekolah, mengirimkan salah satu muridnya untuk menari tradisional di hadapannya. Jadi saya berharap kamu mau mengikutinya untuk mewakilkan sekolah kita.”

“Saya ingin sekali pak, mengikuti lomba tersebut, dan saya akan berusaha agar bisa menang, dan mengharumkan nama SMP Negeri 18 Malang.”

“Baik lah, semoga lancar dan sukses! Oh iya Lia, ini ada tiket untuk menonton lomba tersebut, kebetulan tiketnya ada 3. Jadi kamu bisa mengajak 3 orang dari 43 siswa 7E untuk menonton kamu secara langsung.”

“Terima kasih pak…”

Setelah aku keluar dari ruang kepala sekolah, aku segera menemui Carrol, Annisa, dan Aurel untuk menontonku.

“Carrol, Annisa, Aurel, ini ada tiket untuk tanggal 1 April. Kalian bisa datang ke Balaikota Malang. Di sana ada berbagai macam lomba, untuk memperingati hari ulang tahun kota Malang. Jadi aku berharap sekali kalian hadir disana tepat waktu.”

Teman–temanku pun mengangguk tanda mereka sangat setuju. Setiap hari aku latihan terus menerus dengan giat, aku mengwajibkan Carrol supaya datang. Oh iya kalian tahu tidak tujuan aku mengwajibkan Carrol datang? Karena, aku akan membuktikan bahwa tari tradisional tidak membosankan.

Hari demi hari berlalu, detik demi detik berjalan, hingga tiba saatnya aku tampil dan bersaing di depan bapak walikota Malang, pak Peni. Aku segera menuju ke Balai Kota Malang. Tiba disana aku menunggu kedatangan Carrol, Annisa, dan Aurel. Hingga tiba giliranku tampil, kulihat Carrol, Annisa, dan Aurel memperhatikanku terus menerus. Musik telah berhenti, pertanda menariku telah usai.

“Ya ampun Lia, tarian kamu makin lama makin bagus..” ucap Aurel dan Annisa bersamaan.

“Makasih ANIS, Aurel Annisa, hehehe….” ucapku.

“Oke sip…” ucap ANIS.

“Carrol, mengapa kamu diam saja?” tanya Annisa.

“Maafkan aku, aku telah mengejek tarian tradisional, sejujurnya aku tidak pernah melihat tarian tradisional, saat kamu mengenalkan tari itu kepadaku, aku sungguh bangga, akan tari yang ada pada zaman dahulu, ternyata tarian zaman dahulu lebih bagus dan menarik, dibanding tarian zaman modern, maafkan aku. Aku sungguh menyesal telah mengejek tarian tradisional, dan aku sungguh bangga memiliki teman yang bisa mengenalkanku terhadap budaya tradisional dan asli Indonesia ini, terimakasih Lia..” ucap Carrol.

“Tenang saja Carrol, aku juga bangga mempunyai teman sepertimu, karena kamu masih mau menghargai budaya tradisional di Indonesia ini.” ucapku.

Setelah aku, Carrol, Annisa, dan Aurel berbincang–bincang. Tiba pengumuman lomba. Satu persatu lomba dibacakan, hingga tiba lomba menari tradisional. Juara 3 dan 2 pun diumumkan. Saat tiba Juara 1 diumumkan aku sangat deg–degan.

“Oke, ini dia Juara 1 lomba menari tradisional, untuk memperingati hari ulang tahun kota Malang, pemenangnya ialah… Putri Angelia, dari SMP Negeri 18 Malang.” ucap MC tersebut.

Saat namaku terucap aku sangat senang, aku bisa mengharumkan nama sekolahku. Aku segera maju dan menerima trophy dan piagam penghargaan itu.

“Selamat Putri Angelia… Kamu memang hebat!” ucap Pak Peni dan Pak Andi.

Aku sangat bangga terhadap diriku sendiri karena aku bisa mengharumkan nama sekolahku, memperkenalkan budaya tradisional kepada teman dekat kita, yang teman dekat kita sendiri pun tidak tahu seperti apa budaya tradisional itu, seperti apa tarian tradisional itu. Untuk semuanya meskipun kita hidup di zaman modern, tetap lestarikan budaya tradisional, karena dengan itu kalian bisa mendapat banyak kebahagiaan.


Karya : Vergilia Agam Saputri

No comments:

Post a Comment

SAHABAT

Dodo duduk di halaman belakang rumah sedang asik main game di Hp-nya. Tony yang selesai mengerjakan tugas kuliahnya, ya keluar dari kamarnya...