Pages

Monday, November 11, 2019

EMAKKU SAYANG EMAKKU MALANG

Hatiku berdesir saat mendengar jeritan itu. Aku terpaku dan ternganga. Segera aku berpikir memutar otak untuk menemukan dari arah mana datangnya suara itu. Jerit tangis kian menjadi seakan memanggil seluruh orang yang berada di sekitar pekarangan untuk meminta tolong.

Kaki ini kian melejit menuju arah suara. Tubuhku gemetar, hatiku bergetar, dan anehnya tanpa aku menyadari air mataku berlinang.

Aku tak menyangka suara itu berasal dari kediaman kakakku yang tidak jauh dari rumahku. Kenapa suara itu datang dari sumur? Ada apa dengan sumur itu? Hatiku penuh dengan sejuta pertanyaan yang tak mampu aku sendiri menjawabnya.

“Emak… jangan tinggalkan aku…!!!”.

Kakakku duduk tak berdaya di samping sumur tanpa pagar itu. Matanya sembab, nafasnya tersengal. Suara tangisan itu menambah ketakutan semua orang yang berada di sekitar pekarangan. Sementara suami kakakku sudah tergeletak di pinggiran sumur dengan tubuh yang lemas dan memelung.

Dengan cepat aku memeluk kakakku dan mengajaknya berdiri dan masuk ke dalam rumah. Namun, Ia tetap bersikeras untuk menolong Emaknya.

Emak sudah tak bernyawa. Emak telah tiada. Emak menghabiskan sisa hidupnya di sini. Emak harus menghembuskan nafas terakhirnya ketika terjebur ke dalam sumur.

Menurut kakakku, Emak mengidap penyakit Ayan (Epilepsi) hampir sepuluh tahun. Namun hal ini juga belum dapat dipercaya seratus persen jika Emak menderita penyakit tersebut. Berbeda dengan cerita ibuku, kalau Emak dijadikan korban pesugihan orang tuanya dulu, namun karena ada kesalahan pengambilan sesaji dan alasan lain keluarga Emak tidak mendapatkan pesugihan tersebut, tapi Emak malah dijadikan korban peristiwa itu sehingga saraf otaknya sedikit terganggu.

Emak terbujur kaku di atas lantai setelah di gotong oleh beberapa tetangga. Sekujur badannya penuh dengan lumpur. Beberapa tetangga perempuan membersihkan tubuh Emak sambil meneteskan air mata.

Aku tak kuasa melihat peristiwa itu. Segera mungkin aku menyambar handuk dan menuju kamar tempat kakakku mengurung diri. Kakak sangat terpukul dengan keadaan ini. Aku mencoba mengetuk pintu dengan perlahan dan mengajaknya berbicara. Kakakku menangis sejadi-jadinya. Aku memeluknya dan menyeka air matanya. Aku berkata dengan pelan bahwa kakak harus sabar menghadapi cobaan ini. Aku tak tahu dari mana aku bisa berkata demikian. Seakan orang dewasa yang memberi wejangan kepada adiknya. Pikiran ini sempat terlintas dalam otakku, namun segera mungkin aku membuangnya. Sekali-kali aku ingin menjadi orang dewasa yang mampu memberi semangat untuk orang lain terutama keluargaku.

Aku membaca Yasin dan Tahlil di samping tubuh Emak. Sempat membayanngkan bagaimana jika kejadian ini terjadi pada orang tuaku. Apakah aku bisa kuat seperti apa yang baru saja ku ucapkan kepada kakakku, Atau aku sangat lemah dan tak bisa menerima kenyataan.

Pengurusan jenazah sudah selesai dan siap untuk dimakamkan. Emak akan meninggalkan keluarga kecil ini. Emak akan meninggalkan kami. Sebaris do’a aku persembahkan untuk mengiringi langkah Emak menuju surga Allah S.W.T.

Rumah ini terlihat sepi, tak ada sesosok orang yang senantiasa setia membersihkan rumput halaman depan. Tak ada orang yang biasanya berbicara sendiri di sudut kamar kecil itu. Kami kehilangan sosok Emak yang sangat memprihatinkan keadaannya.

Aku belum sempat membahagiakan Emak selama hidupnya. Satu bulan yang lalu aku menjemputnya dari rumah Nenek, kemarin Emak mengajak silaturrahim di tempat Bibik. Namun sekarang Emak sudah tiada, Emak sudah pergi dan kini berada di tempat yang mulia. Bahkan bapak sendiri menyianyiakan Emak. Bapak lebih memilih orang lain. Perkataan ini yang sempat aku dengar waktu Kakak berbicara dengan Ibuku. Bahkan aku merekam semuanya, agar menjadi motivasi dalam hidupku.

Beberapa hari sepeninggal Emak, banyak sekali ujian yang dihadapi keluarga kakak. Padi yang awalnya tumbuh subur dan bagus, kini menjadi kering dan banyak hama yanng menyerangnya. Bahkan satu hektar padi ini tak bisa di panen karena mati tanpa sebab yang pasti.

Kronologi cerita kematian Emak masih misterius di kalangan para tetangga. Mereka memberikan prediksi yang berbeda-beda atas kepergian Emak. Aku pun tak begitu paham dengan ceritanya, karena aku melihat setelah Emak sudah di angkat dipinggiran sumur. Sumur itu sangat lebar dan dalam. Setelah kakak mulai tenang dan bisa menerima semua ini, kakak menceritakan semuanya.

Pasalnya cerita ini berawal dari kakak yang sedang memasak di dapur, dan suami kakakku mengantar anaknya sekolah. Seperti biasa Emak bercengkrama dengan rumput di halaman rumah.

Waktu berlalu sangat cepat. Suami kakak pulang dan langsung mengambil sarapan. Belum selesai menghabiskan sarapannya, kakakku menyuruh suaminya mencari Emak, karena Emak tak ada di halaman depan. Secepat kilat suami kakakku meletakkan piring dan langsung mencari Emak di sekitar rumah. Namun hasilnya nihil. Suami kakakku menuju sumur, seperti ada perasaan yang mengganjal dengan sumur itu. Dugaan itu semakin kuat karena ditemukannya sandal yang di pakai Emak di samping sumur, dan kayu penutup sumur patah. Suami kakak langsung menyelam dan menemukan tubuh Emak di bawah lumpur hitam itu. Suami kakak lemas di dalam sumur dan tak kuat mengangkat Emak naik ke atas. Akhirnya para tetangga membantu untuk mengangkatnya. Pada celana Emak di temukan feses, dan ini diperkirakan ia akan membuang hajat, kemudian mengambil air di sumur tersebut dan penyakitnya kambuh saat itu. Herannya lagi, kenapa tak ada orang yang mendengar saat Emak terjebur di sumur. Bahkan kakakku tak mendengarnya. Inilah rahasia Tuhan.

Menurut cerita orang dulu, penyakit Ayan akan bertemu ajalnya di Air atau di Api. Emak sudah pernah terbakar tubuhnya, Alhamdulilah masih selamat. Namun kini keselamatan tak berpihak Emak ketika bertemu Air.

Kini sumur itu di timbun dan ditanami beberapa tanaman. Agar tak membekas bahwa ada cerita bersejarah dengan sumur itu, padahal sumur itu menjadi tempat pengungsian utama bagi para tetangga bila musim kemarau datang. Sumur itu sangat jernih dan tak pernah kering. Namun menjadi malapetaka badi keluarga kakakku.

Hari kian berganti, minggu ke minggu terus melaju, hari yang sangat di tunggu kampung kami pun tiba, yaitu musim panen. Kami menyambutnya dengan riang dan senang, termasuk keluargaku.

Tak dapat dipungkiri lagi dan sudah menjadi rahasia Tuhan jika mati, jodoh dan rizki tak ada yang mengetahui. Begitu pula dengan kakakku, padi yang awalnya terlihat kering, dan diperkirakan akan gagal panen, malah menjadi pusat perhatian warga kampung. Padi kakakku menjuarai jenis padi-padi yang lainnya. Panen tahun ini bisa dikatakan terbaik jika dibandingkan tahun sebelumnya.

Semua masalah dalam hidup akan selesai jika kita mampu melewatinya. Demikian kakakku, semua ujian yanng dialaminnya kian meringan. Selain itu kakakku di percaya sebagai pengurus gedung walet milik desa yang gajinya bisa digunakan untuk membiayai keluarga.


Karya : Umi Kulsum

No comments:

Post a Comment

SAHABAT

Dodo duduk di halaman belakang rumah sedang asik main game di Hp-nya. Tony yang selesai mengerjakan tugas kuliahnya, ya keluar dari kamarnya...